SELAMAT DATANG

Perbanyaklah membaca, karena akan menjadi penolong kamu dikemudian hari.

Sabtu, 06 Maret 2010

KEBANGKITAN NASIONAL




Kebangkitan nasional adalah masa bangkitnya semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan 350 tahun. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting, yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 mei 1908) dan ikrar sumpah pemuda (28 oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.


Pada tahun 1906 terjadilah ikrar raja-raja nusantara yang di prakasai oleh Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker (umumnya dikenal dengan nama Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi, Soetomo, Raden Adipati Tirtokoesoemo, (presiden pertama Budi Utomo), Pangeran Ario Noto Dirodjo dari Keraton Pakualaman. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dan Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto dalam ikrar tersebut ditumbuhkannya rasa nasionalisme “tanah air (Indonesia) diatas segala-galanya”. Pada saat itu seluruh raja-raja nusantara menyumbangkan sebagian asset mereka untuk membantu perjuangan. (Dana Perjuangan). Sebagian dana itu dipakai untuk biaya perjuangan dan sebagian lagi disimpan diluar negri….hingga terjadilah dua peristiwa penting tersebut…


Dana perjuangan lebih dikenal dengan Dana Revolusi/ Dana Amanah mulai dihimpun lagi pada masa setelah kemerdekaan, dana revolusi yang dihimpun berdasar perpu no.19 tahun 1960. konon berjumlah ratusan juta dolar tersimpan di luar negeri

Dana Revolusi? Sesuatu yang boleh jadi tak banyak lagi diingat orang. Menurut Suhardiman, inilah dana yang dihimpunkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 19 tahun 1960. Isinya, antara lain, mewajibkan semua perusahaan negara menyetorkan lima persen dari keuntungannya pada pemerintah -- bagi Dana Revolusi.

Yang disebut perusahaan negara itu, termasuk pula berbagai perusahaan Belanda yang baru dinasionalisasikan -- seperti perkebunan-perkebunan besar. "Bisa dibayangkan," kata Suhardiman, "betapa besar dana itu."

Suhardiman -- brigjen (pur) kelahiran Gawok, Surakarta, 18 Desember 1924 -- ingat benar adanya setoran wajib bagi Dana Revolusi itu. Soalnya, ketika peraturan itu berlaku, ia berkedudukan sebagai Direktur Utama PT Jaya Bhakti perusahaan di lingkungan TNI AD yang bergerak di bidang impor ekspor umum. "Sebagai pimpinan PT Jaya Bhakti, saya yang menyetor lima persen dari, laba perusahaan kepada pemerintah untuk Dana Revolusi itu," kata Suhardiman.


Dana revolusi itu dikumpulkan karena pemerintah tengah mengharamkan bantuan asing. Inilah politik dengan slogan Go to Hell with Your Aids. Akibatnya, tak ada bank devisa di dalam negeri. "Dus, semua kekayaan negara yang berupa valuta asing, atau yang dianggap sama dengan valuta asing, disimpan di luar negeri," kata Suhardiman. "Termasuk Dana Revolusi itu."

Menurut Suhardiman, yang mengaku kala itu juga merupakan pembantu utama Menteri Pertama Ir. H. Djuanda, sebagian dana itu disimpan berupa poundsterling, sebagian yang lain berwujud emas lantakan. Yang terang, katanya, yang bertanggung jawab atas Dana Revolusi itu adalah Presiden Soekarno dan Subandrio. Subandrio, memang, sejak 18 Februari 1961, senantiasa menduduki posisi penting, seperti wakil menteri pertama, merangkap menteri luar negeri, serta juga mengkoordinasikan hubungan ekonomi dan perdagangan luar negeri.

Suhardiman yakin bahwa Dana Revolusi yang dikumpulkan selama 1960-1965, belum terpakai. "Sebab, perubahan keadaan begitu cepat. Peristiwa terjadi, det-det-det, dan Bandrio ditahan," katanya. "Dan kini, bayangkanlah, berapa besar jumlahnya, setelah 20 tahun dana itu tersimpan di bank internasional." Jika diandaikan bunga depositonya dipukul rata 5% setahun, tambah Suhardiman, itu berarti dana itu telah berganda seratus persen.


Suhardiman tak tahu persis berapa besar dana itu. Ia juga mengatakan tak tahu di bank internasional mana dana itu ditanamkan. "Ada yang bilang dana itu mencapai 850 juta poundsterling," ujar Suhardiman. Menurut sumber , dana itu disimpan berupa lantakan emas, yang pada 1964 bernilai 3 juta dolar AS. Kabarnya, "harta revolusi" itu disimpan di Bank Barclay London, Inggris, ketika harga emas cuma 34 dolar AS per ounce (28,34 gram). Padahal, kini, harga emas berkisar 385 -- 400 dolar AS se-ounce. Dana Revolusi adalah dana yang dihimpunkan untuk kepentingan revolusi yang menurut Bung Karno, sang Pemimpin Besar Revolusi sendiri -- belum selesai. Menilik tahun peraturan yang mengaturnya, yakni 1961, agaknya pada mulanya dimaksudkan untuk dana pembebasan Irian Barat. Sebab, ketegangan hubungan RI-Belanda dalam hal Irian ini memuncak pada 17 Agustus 1960. Pada waktu inilah, RI memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda. Dan selanjutnya, bertepatan dengan hari ulang tahun dimulainya aksi militer ke-2 Belanda, 19 Desember 1961. Presiden Soekarno mengucapkan Tri Komando Rakyat (Trikora), di Yogya. Dengan Trikora ini, maka mulailah konfrontasi total melawan Belanda.

Operasi militer itu terang membutuhkan biaya, antara lain untuk membeli senjata. Irian Barat akhirnya kembali ke pangkuan RI, 1 Mei 1963. Tapi toh revolusi berlanjut terus. Soekarno kini mulai mecanangkan konfrontasi melawan Malaysia. Bung Karno menganggap Malaysia merupakan proyek neokolonialisme Inggris, "yang membahayakan revolusi Indonesia yang belum selesai." Kita tahu, operasi gerakan bersenjata Ganyang Malaysia ini berlandaskan Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Simpanan berupa emas batangan di Barclay's International Bank, London, senilai 225 juta poundsterling, dan di The Guyerzeller Zurmont Bank, Swiss, sebesar US$ 150 juta. Sebagian emas di Inggris itu konon hasil pindahan dari Belanda dan beberapa negara Eropa lainnya. Ia berasal dari bantuan negara Nefo (New Emerging Forces) yang mendukung Indonesia mengganyang Malaysia.

Dan, konon, Subandrio sendiri sudah menyatakan bersedia membantu menguruskan pencairan Dana Revolusi itu. Tapi, agaknya, persoalan terbentur pada status Subandrio, yang tengah menjalani hukuman seumur hidup. Kabarnya, Subandrio telah menyatakan permintaannya bahwa ia bersedia mengurus Dana Revolusi itu asalkan ia dibebaskan dari hukuman. Adakah dana itu bercampur", misalnya, dengan kekayaan pribadi Subandrio? Masih banyak, memang, perkara yang belum jelas. Sebab, tak kurang Bung Karno sendiri, misalnya, pernah disebut turut menerima dana-dana revolusi, dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, hal itu disebutkan. Bunyinya: "Dalam pada itu Presiden Sukarno sendiri menerima komisi dari perusahaan asing yang melakukan impor ke Indonesia. Pada pelbagai bank di luar negeri tersimpan uang jutaan dolar atas nama Presiden."

Pada 13 Februari 1986, Soebandrio mengirim surat kepada Presiden Soeharto. Ia menjelaskan mengenai simpanannya di Union Bank of Switzerland sebanyak US$ 650 juta. Di Bank Daiwa Securities Company, Tokyo, US$ 450 juta. Ia juga mengaku punya simpanan berupa emas batangan di Barclay's International Bank, London, senilai 225 juta poundsterling, dan di The Guyerzeller Zurmont Bank, Swiss, sebesar US$ 150 juta. Presiden Soeharto tanggap terhadap surat itu. Untuk menyelidiki kebenaran surat, dibentuk Tim Operasi Teladan, dengan tugas mengembalikan kekayaan harta negara. Tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Muda Sekretaris Kabinet (Menmud Seskab) Nomor 2 Tahun 1987, diketuai Marsekal Madya Kahardiman, Kepala Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu) Kopkamtib. Yang jadi anggota antara lain Teuku Mochamad Zahirsjah, Direktur Bank Indonesia, dan Hartanto, Sekretaris Menteri Muda Sekretaris Kabinet. Tim itu diberi batas waktu bekerja sampai 31 Oktober 1987, dan bertanggung jawab kepada Menteri Muda Moerdiono.

Segera sesudah tim dibentuk, Moerdiono menugaskan sekretarisnya, Hartanto, untuk bekerja. Sebelum berangkat, Hartanto minta tolong pada Bank Indonesia untuk menghubungi bank yang diduga menyimpan kekayaan Dana Revolusi. Setelah mendapat jawaban, Hartanto langsung berangkat ke London. Ia ditemani Teuku Mochamad Zahirsjah.

Pada 24 Januari 1987, utusan pemerintah ini diterima Alistair Robinson, Regional General Manager Barclay's International Bank, London. Robinson menyatakan bahwa masalah yang dibawa Hartanto akan dibawa ke tingkat pimpinan. Ia juga menjelaskan bahwa posisi emas sulit dilacak karena tak disebutkan di cabang mana Soebandrio menyimpan emasnya. Di Inggris terdapat sekitar 5.000 cabang Barclay's. "Ini alasan masuk akal. Orang kalau menabung atau berhubungan dengan bank jarang yang dengan kantor pusat, tapi lewat cabang," tutur Hartanto, 59, yang kini Sekretaris Menpora.

Lepas dari London, Hartanto melanjutkan perjalanannya ke Swiss. Sasarannya adalah Union Bank of Switzerland dan The Guyerzeller Zurmont Bank. Tim ini pada Jumat 30 Januari 1987 diterima oleh Erwin Bader, First Vice President, Peter Wall, Vice President, dan para ahli hukum bank itu. Ternyata mereka tak bersedia menjawab ada atau tidaknya dana Soebandrio yang disimpan dibanknya. Alasannya demi menjaga rahasia perbankan dan nasabahnya. "Kalau Tuan-Tuan tak puas, silakan menggugat lewat pengadilan," kata Hartanto menirukan eksekutif bank tadi. Para eksekutif itu juga meragukan informasi yang menyebutkan bahwa Soebandrio menyimpan duit di Union Bank of Switzerland Cabang Mabelone, karena Cabang Mabelone itu hanyalah cabang kecil. Dari Union Bank of Switzerland, tim bergerak ke The Guyerzeller Zurmont Bank,
Zurich. Mereka diterima Robert Zullig, eksekutif yang berpangkat manajer. Hasilnya sama saja: emas yang nilainya sekitar 225 juta poundsterling atas nama Soebandrio kecil kemungkinan tersimpan di situ.

Perjalanan ke Jepang, seperti direncanakan, tak dilanjutkan. "Menurut keterangan Husbin Mutahar, pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri, dana yang di Jepang sudah habis dipakai Kedutaan Besar Indonesia di Tokyo," tutur Hartanto. Walau demikian pengumpulan bahan tetap dilanjutkan. Orang yang diperkirakan punya kaitan dengan Dana Revolusi dipanggil oleh Tim Operasi Teladan pada awal April 1987. Mereka yang diundang di antaranya Soesanto Djojosoegito, bekas Kepala Perwakilan Indonesia di Den Haag, Bugi Supeno, Menteri Negara Urusan Chusus Kabinet Dwikora, Mardanus, Menteri Perindustrian Kabinet Dwikora, dan Mulyadi Milono, bendaharawan Badan Pusat Intelijen (BPI). Pemeriksaan dilangsungkan di Bank Indonesia, di ruang Teuku Mochamad Zahirsjah.

Jawaban mereka beragam. Bugi mengaku hanya bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat. Soesanto menjawab tak tahu- menahu adanya uang pemerintah di Swiss, Jepang, atau bahkan pemindahan emas besar-besaran dari Belanda ke Inggris. Mutahar mengaku tahu ada duit US$ 150 juta di The Guyerzeller Zurmont Bank, Swiss. Mutahar juga tahu adanya instruksi untuk Hartono, orang kepercayaan Soebandrio, agar menyimpan duit US$ 450 juta di Bank Daiwa Securities Company, Tokyo. Sisanya diberikan kepada Tim Pemeriksa Pusat: tiga orang perwira menengah.

Lalu di mana Dana Revolusi yang disebut-sebut ratusan juta dolar itu? Ini tak terlacak dalam pemeriksaan tersebut. Sementara Bank Indonesia sendiri kepada Tim Operasi Teladan menjelaskan bahwa saldo Dana Revolusi yang masih tersisa di Bank Indonesia adalah Rp 1.503.024.614.983. Juga ada yang berupa mata uang asing sebesar US$ 553 ribu. Ini merupakan rekening tidur, yang bertahun-tahun tak ada transaksi. Dana itu sudah diserahkan ke rekening bendaharawan umum negara.

Hartono dan Amin Arjoso bukan orang pertama yang gagal menarik dana itu. Sebelumnya ada yang sudah mencoba, namanya Musa bin Mohamad Kasdi. Ia adalah seorang pengusaha Malaysia yang sering berkunjung ke Jakarta, dengan nomor paspor A 1265380. Dari pergaulannya dengan kalangan atas di Jakarta, ia mendapat informasi tentang Dana Revolusi yang masih tersimpan di bank atas nama Soebandrio. Maka, pada 27 Februari 1981, ia menemui Soebandrio untuk merundingkan upaya pencairan dana itu. Untuk mengikat agar Soebandrio tak melakukan kerja sama dengan pihak lain, Musa mengeluarkan duit US$ 10.000 untuk Soebandrio.

Musa mengajak Jeffrey Leong, warga negara Malaysia, yang punya nomor paspor A 1745080, untuk membiayai operasi pencairan dana itu. Sebelum mengalirkan duit, Leong menemui Soebandrio lebih dulu untuk menjajaki kelayakan pencairan dana itu. Pertemuan itu berlangsung pada tanggal 8 dan 9 April 1981. Hasilnya, Leong malah grogi. Ia menilai, Soebandrio tak berhasil menunjukkan bukti adanya Dana Revolusi yang masih tersimpan. Baik lokasi bank maupun nomor rekeningnya, Soebandrio sudah tak ingat.

Pada 1 Juni 1981, Soebandrio membuat surat kuasa, yang isinya memberi hak kepada Musa untuk menarik semua dana, deposito, harta atas nama Soebandrio di luar negeri. Kedua Tan tadi, dan Nyonya Kusdyantinah, bertindak sebagai saksi. Surat itu kemudian dibawa ke kantor Notaris Ny. C.S. Moeliono dan Kedutaan Besar Swiss di Jakarta untuk disahkan. Hari itu Soebandrio meminjam uang US$ 5.000 lagi kepada Musa, dengan jaminan jam tangan. Nomor registrasi di jam itu, dikira Musa sebagai angka rekening Soebandrio di Bank Swiss. Tentu saja dugaan ini meleset.

Berbekal biaya dua Tan, Musa berangkat ke Swiss. Ia menghubungi Kurt Daetwyler, seorang pialang yang menjadi kontaknya di Bern, Swiss. Oleh kontaknya itu Musa ditemukan dengan Gerd Land, pengacara di Zurich. Pengacara inilah yang dikontrak Musa untuk mencairkan Dana Revolusi. Ternyata Gerd Land tak bisa mencairkan dana yang diduga ada di Union Bank of Switzerland. Penyebab kegagalan itu, pertama, karena surat kuasa untuk Musa tak bisa dialihkan ke Gerd Land, pengacara Swiss itu. Kedua, stempel Kedutaan Besar Swiss ternyata tertera pada lembar tanda tangan notaris, bukan pada halaman tanda tangan Soebandrio. Akibatnya tanda tangan Soebandrio, yang bertindak sebagai pemilik rekening, oleh bank dianggap tidak sah.

Di luar bisnisnya dengan Gerd Land, diam-diam Musa menjalin kerja sama dengan seorang pialang lain, Mr. Ribaux, seorang warga Swiss. Menurut Ribaux, Soebandrio memiliki rekening di Union Bank of Switzerland Cabang Mabelone, Jenewa. Hanya informasi ini yang berhasil diperoleh Musa.

Musa datang ke Jakarta tanpa membawa emas batangan atau sepeser pun uang. Tapi bagi bekas Waperdam I itu, informasi tentang rekening tersebut membangkitkan semangat…

Setelah era Musa, kini datang orang lain yang mencoba peruntungan, yaitu Ghouse Ismael, seorang Malaysia. Ghouse tertarik terjun ke lingkaran misteri Dana Revolusi karena ada jaminan bahwa uang yang ia keluarkan untuk menyelidiki dana itu tak akan hilang sia-sia. Bila ia gagal, dana penyelidikannya diganti keluarga Soebandrio, diambilkan dari cek The Guyerzeller Zurmont Bank, senilai US$ 35 ribu atas nama bekas Waperdam I itu. Nyatanya, sekalipun ia telah datang ke Zurich bersama Indra Yoga, anak Kusdyantinah, cek itu gagal dicairkan. Menurut bank itu, kuasa Soebandrio sebagai pemilik cek sudah dicabut sejak tahun 1966. Duit yang ia keluarkan untuk membiayai penyelidikan, sebesar Rp 36 juta, menguap percuma.

Upaya lain dilakukan Nicholas James Constantine, kini 80 tahun. Ia adalah seorang pengacara senior yang berkantor pusat di 33 North La Salle Street, sebuah kawasan elite bisnis di Chicago. Constantine, keturunan Yunani itu, lulusan De Paul University, Chicago, tahun 1943. Ia mengambil spesialisasi pada hukum bisnis, perbankan, dan koperasi.

Constantine masuk ke lingkaran perburuan harta karun ini lewat teman lamanya, Hudoro Hupudio, adik bungsu Hurustiati, istri pertama Soebandrio. Menurut koran Indonesian Observer, 2 November 1987, Hudoro bersama Constantine pada Oktober 1987 sempat ke Swiss bersama Bambang Suharto, waktu itu direktur Hero, kini anggota Komnas HAM. Mereka menghubungi Union Bank of Switzerland. Menurut sebuah sumber, Constantine memperkirakan, Soebandrio punya simpanan di bank tersebut sebanyak US$ 650 juta. Constantine ternyata gagal juga, dan misteri Dana Perjuangan/DanaRevolusi/Dana Amanahpun tetap tak terungkap.

Tapi kini setelah 100 tahun kebangkitan nasional misteri dana perjuangan/dana revolisi/

dana amanah itu terungkap….
Setelah penantian panjang…..
Setelah harapan yang tiada pernah padam.....
Setelah kerja keras yang tiada henti….

Sudah saatnya dana amanah itu kembali kepada rakyat Indonesia …..
Salah satu dokumen Indonesia memiliki kekayaan…

“ The Green Hilton Agreement“

“Considering this statement, which was written and signed in Novemver, 21th 1963 while the new certificate was valid in 1965 all the ownership, then the following total volumes were just obtained.”

Itulah sepenggal kalimat yang menjadi berkah sekaligus kutukan bagi bangsa Indonesia hingga kini. Kalimat itu menjadi kalimat penting dalam perjanjian antara Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy dengan Soekarno pada 1963.

Banyak pengamat Amerika melihat perjanjian yang kini dikenal dengan nama “The Green Hilton Agreement” itu sebagai sebuah kesalahan bangsa Amerika. Tetapi bagi Indonesia, itulah sebuah kemenangan besar yang diperjuangkan Bung Karno. Sebab volume batangan emas tertera dalam lembaran perjanjian itu terdiri dari 17 paket sebanyak 57.150 ton lebih emas murni.


Emas-emas yang sudah kembali ke Indonesia


Uang yang telah dirupiahkan


Kini sudah saatnya kebangkitan nasional ... BANGKIT KEMBALI...
sudah saatnya rakyat Indonesia merasakan keadilan dan KESEJAHTERAAN..

KEMAKMURAN adalah milik rakyat Indonesia..
KEKAYAAN Indonesia adalah kekayaan RAKYATnya...
RAKYAT INDONESIA BERHAK ATAS DANA INI...

Soekarno Menyembunyikan Harta Karun di Swiss

Soekarno Menyembunyikan Harta Karun di Swiss

http://www.suaramerdeka.com/harian/0305/17/nas6.htm

HARTA karun peninggalan mantan presiden Soekarno selama ini masih misteri, bahkan tak sedikit yang meragukannya. Kasus kegagalan pencarian harta peniggalan Prabu Siliwangi di Istana Batutulis beberapa waktu lalu, sepertinya memupus harapan orang untuk memercayai hal-hal yang sulit dibuktikan kebenarannya.

Namun lelaki yang menyebut diri satria piningit bernama Soenuso Goroyo Soekarno mengaku dapat mengangkat peninggalan Presiden Pertama RI itu. Bentuknya berupa ratusan keping emas lantakan, platinum, sertifikat deposito obligasi garansi, dan lain-lain. ''Ini baru sampel dan silakan mengecek kebenarannya. Jika bohong, saya siap digantung,'' katanya, Jumat kemarin, kepada pers.

Mantan anggota TNI yang dahulu bernama Suwito itu sengaja mengundang wartawan di rumahnya, Perumahan Cileungsi Hijau, daerah perbatasan Bogor-Bekasi, untuk menyaksikan temuannya. Di rumahnya yang cukup megah disiapkan hidangan layaknya orang hajatan. Maklum, Goroyo, begitu dia biasa disapa, juga mengundang Pangdam Jaya, Kapolda, dan anggota Muspida. Tetapi dari mereka, tak ada pejabat datang.

Kepada tamunya, suami RA Lastika ini memperlihatkan peti besar berisi ratusan keping emas lantakan, masing-masing beratnya 8 ons bergambar Soekarno dan di baliknya ada gambar padi dan kapas. Pada satu sisinya ada tulisan 80 24K 9999. Sementara itu emas putih (platinum) juga berbentuk lantakan berlogo tapal kuda putih bertulisan JM Mathey London. Logam itu dibungkus emas dan bersertifikat emas pula.

Meskipun bersertifikat dan diyakini keasliannya, pada kesempatan itu tidak dihadirkan orang yang mengetahui emas atau pakar yang bisa memastikan asli atau tidak harta benda tersebut.

Memberi Kuasa

Peninggalan lain berupa sertifikat deposito bertanggal 16 Agustus 1945 yang dikeluarkan oleh BPUPKI yang menyebut sejumlah harta yang disimpan di suatu tempat. Ada pula sertifikat berbahasa Inggris yang juga disegel dan ditulis di atas lembar kuningan. Sertifikat itu ada yang bertuliskan ''Hibah Substitusi'' yang dipercayakan kepada R Edi Tirwata Dinata (108).

Yang terakhir ini, konon karena sudah tua, lantas memberikan kuasa kepada R Anton Hartono untuk mengurus harta benda yang disimpan di Swiss. Bentuknya mikrofilm, dua lembar dokumen, anak kunci boks deposit di JBS, Jenewa, dan dua buah koin. Di dalam sertifikat itu disebutkan, ada dana berjumlah 126,2 miliar dolar AS dan 63,10 miliar dolar AS.

''Insya Allah, jika saya diberi izin, semua harta peninggalan Bung Karno ini bisa membayar utang kita. Saya yakin bisa melaksanakannya,'' ungkap Goroyo sembari membantah dirinya paranormal. Dia juga membantah berambisi menjadi presiden atau jabatan politis lain. ''Semua saya lakukan dan beberkan untuk membangun negara kita,'' tegasnya.


Saat mendekati rumahnya, di pintu gerbang perumahan dan di depan rumahnya terpampang spanduk putih bertulisan merah, ''Satrio Piningit Soenuso Goroyo Soekarno sang Juru Selamat Telah Hadir di Bumi Indonesia.''

Namun wartawan yang datang sejak pukul 11.00, baru diterima seusai shalat jumat. Goroyo mengenakan stelan jas putih, sepatu putih, mirip yang dikenakan Presiden Soekarno.

Di ruang tamunya juga dipajang foto dirinya bersama seorang jenderal. Ada pula yang memperlihatkan saat dirinya menjadi anggota Batalyon Arhanud SE 10/Kodam Jaya. Namun, dia enggan membeberkan latar belakang jati dirinya. ''Saya ini orang susah. Jadi tentara pangkatnya juga di sini (memegang lengannya). Jika saya pakai pakaian seperti ini, hanya model. Kebetulan saya suka,'' tuturnya.

Proses Pencarian

Goroyo mengemukakan, dia hanya ingin ada saksi dari aparat soal harta temuannya itu. Selanjutnya akan diserahkan kepada Presiden Megawati dan diharapkan bisa melunasi utang luar negeri pemerintah. ''Saya tidak ingin imbalan apa pun termasuk jabatan. Saya hanya butuh pengakuan dan surat kuasa untuk meneruskan pencarian harta ini. Namun tampaknya Kapolda dan Kapolri berhalangan.''

Dia menceritakan proses pencarian harta tersebut. Diawali dari kebiasaannya bertirakat di berbagai tempat, lantas mendapatkan petunjuk. Petunjuk awal adalah sebuah tongkat wasiat yang diyakini tongkat komando milik Presiden Soekarno yang kemudian disimpannya hingga kini.

Selanjutnya, dengan tirakat pula, secara gaib harta benda itu bisa diangkat dari beberapa daerah di Bali, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan. ''Meskipun benda ini kini nyata, tapi awalnya adalah harta gaib. Jadi, mengambilnya juga dengan cara gaib. Saya tidak boleh memilikinya. Saya diperintahkan menyerahkan kepada negara untuk menyelamatkan bangsa,'' paparnya.

Ketika disinggung, kenapa justru membeberkan kepada wartawan, bukan langsung menyerahkan kepada pemerintah, Goroyo menyatakan dirinya sudah capai berhubungan dengan pejabat. Awalnya dia melapor kepada Presiden Megawati, tapi tidak digubris. Kemudian kepada mantan atasannya, Kol Art Harus Putri Osa, Dan Men Arhanud I Kodam Jaya, ke Mabes TNI, bahkan juga dilaporkan kepada anggota DPR Permadi SH.

Namun semua seperti tidak menghiraukannya. ''Karena itu, saya mengundang rekan-rekan wartawan untuk menyaksikan langsung,'' ujar Goroyo sembari menegaskan, sebagai satria piningit dirinya mengemban tugas menyelamatkan bangsa. Sebutan satria itu dia jelaskan, tidak ada kaitannya dengan ramalan yang pernah diucapkan Permadi bahwa negeri ini akan dipimpin satria piningit.(wa,F4,md-29j)

Senin, 01 Juni 2009

Step General Preventing Virus Log In

Here are some preventive steps, so that will not need to use a virus scanner:

a. Never open an e-mail attachment that the origin, content and function do not you know certainly.

b. Do not install the software that is not obtained directly from the author or source is trustworthy.

c. Do not let someone who does not trust you 100%, using your computer without supervision.

d. If you suspect that your system has been infected, immediately disconnect the Internet, and check the system with software programs such as cleaning Tauscan (www.agnitum.com/products/tauscan/).

writing is easy

Origin of the formula already meet 5W +1 H, any posts that have a qualified as any posts that meet the completeness of the information. Like building a house, we can already see it as a decent home: have a foundation, a pillar, a wall formed rooms, roof, doors and windows. When we write, is almost certainly the target of other people want to read as much as possible. Reviews rarely people and saved yourself a time and burned. So that people want to read, writing must be attracting them. For any posts made a lot of interesting people who have become our target, additional factors need to again. Ie magnitude - a free translation: attraction for many. The text that meets the 5W +1 H will not be able to just attract more people to read. May only see the title already miss it directly.

Magnitude is usually already available because there is an accident. For the banks, politicians, and businessman, became Boediono magnitude as the Coordinating Minister Perekonomia is the only candidate Indonsia Governor of the Bank at this time. Mayangsari, on the other hand, a magnitude for gossip fans. Geger pelengseran Muhaimin Iskandar, obviously is the magnitude of the rise of the Party, the Nahdiyin, and security. Roy Suryo, as another example, while a magnitude of pengeblog because he haphazardly accuse pengeblog in the back of the infiltration site and Golkar Depkominfo. Example of magnitude are very many others. However, not only the magnitude of the incident / event that really can not avoid. Magnitude can we create, we can understand the origin of sources of magnitude. Almost all the people, for example, want rich (if you do not want rich, may need to consult the psychologist). And some (if not spelled out most of) the poor Pingin rich quickly, suddenly. That is why SMS behavior, such as gifts and roasted peanut free up billions of rupiah per day from the poor. Promises of sudden wealth scattered on the Internet is also able to encompass many Internet users who want to get the dollar overnight. So, behind the phenomena that have a magnitude rich quick. How fast the text is rich in tune very many people. Well, dig a magnitude-magnitude latent in many people, make a any posts, it will be more interested in reading it. Understanding of the magnitude is very important when we want to any posts we read, be thought, saved by readers, and embedded in their hearts. The note we wish akan interesting is when people read what we write is fit with what they want to read. In a mailing list that's dominated a lot of search work, writing about the job and hope his career will be waiting with their hunger. Make any posts that have large magnitude in a community that is relatively uniform easier. Not surprising if interest-based mailing lists, such as the club's marketing, management, family and other special mailing lists are very active. Most of the members with easy toss ideas / any posts / comments interesting. Instead, look for any posts to the community magnitude hodgepodge relatively more difficult. Indeed, art and requires experience to understand the specific magnitude of each target audience. So, the formula is now well into the text: 5W +1 H +1 M. enough? Could be considered sufficient. But it would nice if there's more to read the necessary requirements. Namely the structure of writing

cultivate reading newspaper

How do teachers' role in efforts to encourage movement in the schools? the extent to which the practices of teachers in reading the newspaper and then spread it to their students? Each school certainly subscribe to one or two newspapers. At least the newspaper "The People" every room in the present day teachers or school library in West Java. However, whether the presence of culture media is reading the newspaper and then mushrooming in school? Not necessarily. During the teachers' understanding and assessment of the need to read the newspaper, not the right reading culture will never be present in schools. Based on the simple observation that the majority of authors many teachers spend more time outside of teaching hours, for a chat than add insight by reading the newspaper. They thought that the newspapers presented the news that there is no difference with the news media broadcast television. Often the news from television faster than newspaper. Not strange when the school newspaper and then rarely touched it, so just lie on the table among the piles of books.

Of teaching materials

although the newspaper is not just media coverage. In it, there are various rubric related to the education that can be used as additional teaching materials other than textbooks. Not only the subjects English, newspapers can also be teaching all subjects. Newspapers can be used as material descriptions, additional information and examples of lesson material. In addition to the social sciences provide insight about the newspaper sciences. For example "The People" have the rubric "Horizon" which discusses the development of science. When teachers familiarize themselves reading newspapers will increase their insight, of teaching materials is more abundant and more easily delivered to students at the school.

Spread the culture of reading

When the price of books at this time the more expensive, the newspaper media to be a cheap alternative reading gala. Teachers can read to disseminate culture by giving students a task to mengkliping newspaper about a certain theme in accordance with lessons that are learned. With so students with the newspaper that they become more enthusiastic to continue reading. But of course the schools need to provide a newspaper which is in accordance with the ratio of teachers and students. Certainly not in keeping with a newspaper, read by 500 people in one school. Most every school has not subscribed several national newspapers and regional newspapers. With the availability of a relatively more then there is no reason for teachers and students can not read newspapers because they had to berebutan. For schools that have been connected to the Internet, cultural reading the newspaper can be improved. Through the Internet, teachers and students can access all the news and the text is presented, including newspapers that originate from other regions or from abroad. Finally, the most important in order to encourage the reading culture is a culture of newspaper writing. Ability to write in the newspaper will not be shown without starting culture membaca.ajakan read this newspaper need to be encouraged to continue efforts to carry on the shoulders, including many teachers engaged in the education world.

Selasa, 26 Mei 2009

Learning motivation

Motivation to learn each person, with each other, can not be the same. Usually, it depends what you want from the person concerned. For example, a child want to learn and pursue ranking first in the sad sale of a bicycle by his parents.

Other example, a student has a high motivation to learn in order to graduate cum laude with a predicate. After that, he aimed to get a job with a great goal beatify his parents.

What, the factors that distinguish a person with the motivation to learn more?

Some of the factors below to give a little more explanation of why the differences occurred in self-motivation to learn each person, including:

* Differences in physiological (physiological needs), such as hunger, thirst, and sexual desire
* Differences security (safety needs), either mental, physical, and intellectual
* Differences affection (love needs) it receives
* Differences in self (self esteem needs). For example have a prestige car or luxury home, office, and others.
* Differences in self-actualization (self actualization), availability of opportunities for someone to develop the potential of which is in itself so that it becomes real ability.

Stimulus motivation to learn

There are 2 factors that can make someone motivated to learn, namely:

* First, the motivation to learn comes from internal factors. Motivation was because of self-awareness on the importance of learning how to develop himself and to the provision of life.
* Second, the motivation to learn from external factors, which can be a stimulus from another person, or environment that can affect the psychological person concerned.

Tips to increase motivation to learn

Motivation will not learn if the person does not have the desire, aspiration, or to realize the benefits of learning for themselves. Therefore, the required conditions, to ourselves or anyone else who also want the spirit to be motivated to learn.

following these tips to increase our motivation to learn:

* Interact with the people who likes to learn
Interact with people who likes to study and achievement, will also make us love learning. In addition, try to find people or communities that have good practices in learning.

Ask about the experience in the various places to the people who have graduated or are currently proceeding to a higher level, those who get scholarships to study abroad, or those who get up an achievement award.

Habits and their spirit will spread to us. Like the analogy with the people who are fitter or seller blacksmith perfume. If we interact with the blacksmith craftsman, and we also participated in the iron is exposed to burning smell, and interact with the seller if the perfume, we also exposed to fragrant perfume.
* Learning any
The study here is widely understood, both formal and non-formal. We can learn about the various skills such as computer up, learn to write, make films, learn to trade, and others.
* Learning from the Internet
We can utilize the Internet to join a group of people who are happy to learn. One of the mailing list can be a place to exchange our opinions, thoughts, and self-motivated. For example, if motivated to learn English, we can go to the mailing list Free-English-Course@yahoogroups.com.

Interact with people who are always optimistic and positive level
In the world, people have always seen problems come despite optimistic. we shall be spirit, passion, and feeling optimistic if often socializing with people is in such communities, and vice versa.

Search motivator
Sometimes, someone else takes as an example or a mentor in life. For example: a friend, boyfriend, or pair of life. You can also do the same with the search for someone / community who can help or motivate you to study and achievement.

"Recipe of success: Study while others sleep, work when other people lazy, and a dream when hope other people." - William A. Ward